Selasa, 16 September 2008

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN MENULIS

I. PENDAHULUAN
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia menurut Kurikulum 2004, ada empat kemampuan berbahasa, yaitu (a) kemampuan mendengarkan/menyimak, (b) kemampuan membaca (kedua kemampuan ini bersifat reseptif), (c) kemampuan berbicara, dan (d) kemampuan menulis (kedua kemampuan terakhir bersifat produktif). Keterampilan berbahasa yang cukup kompleks untuk dipelajari dan diajarkan adalah menulis (Farris, 1993). Keterampilan menulis diajarkan dengan tujuan agar siswa mempunyai kemampuan dalam menuangkan ide, gagasan, pikiran, pengalaman, dan pendapatnya dengan benar.
Dalam praktek komunikasi yang nyata keempat keterampilan tersebut tidak berdiri sendiri melainkan merupakan perpaduan dari keempatnya. Sebagai contoh, kegiatan siswa dalam kelas, keempat keterampilan tidak dapat dipisah-pisahkan. Pada waktu siswa mendengarkan keterangan guru (ada kegiatan mendengarkan dari kegiatan berbicara gurunya). Kemudian mencatat apa-apa yang dianggap penting (kegiatan menulis). Jika siswa itu bertanya tentang apa-apa yang belum difahaminya (terdapat kegiatan berbicara), kemudian dijawab oleh guru (ada kegiatan mendengarkan). Jadi dalam berkomunikasi keempat keterampilan saling bergantian kehadirannya, tidak mungkin hanya hadir satu keterampilan saja.

II. PEMBAHASAN
A. Hakikat Menulis
Keterampilan bahasa lainnya yang dianggap penting selain membaca adalah menulis. Menulis menurut The Liang Gie adalah keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang dalam mengungkapkan gagasan dan menyampaikan bahasa tulis kepada pembaca untuk difahami dan dimengerti oleh pembaca. Berdasarkan pendapat ini dapat difahami bahwa menulis merupakan rangkaian proses berupa kegiatan seseorang dalam mengungkapkan isi pikiran, perasaan, pendapat, dan sikap si penulis kepada si pembaca agar pembaca dapat difahami apa yang diungkapkan penulis. Untuk itu, agar gagasan yang disampaikan penulis dapat difahami oleh pembaca, maka kegiatan menulis dapat dipandang sebagai kegiatan yang kompleks. Hal ini mengingat untuk dapat menyampaikan gagasan tersebut tentunya diperlukan berbagai komponen.
Pendapat senada dikemukakan Heaton, bahwa menulis adalah suatu kegiatan yang kompleks dan kadang-kadang sulit diajarkan. Menurut pendapat ini, untuk menulis bukan hanya sekedar menguasau gramatikal dan retorika bahasa melainkan juga harus menguasai unsur-unsur yang bersifat konseptual. Lebih lanjut dijelaskan, terdapat lima kemampuan yang menentukan kualitas hasil antara lain: (1) penggunaan bahasa (use language), (2) kemampuan mekanik (mechanical language), (3) penetapan isi (treatment of content), (4) kemampuan statistik atau gaya bahasa (sylistic skills), dan (5) kemampuan menetapkan atau menilai (judgement skills). Penggunaan bahasa merupakan kemampuan menulis kalimat dengan benar dan tepat, kemampuan mekanik menggunakan ejaan dan tanda-tanda baca. Kemampuan penetapan isi merupakan kemampuan berpikir dan mengembangkan pola pikir secara kreatif, kemampuan stalistik yaitu kemampuan menyusun kalimat dan paragraf serta dapat menggunakan bahasa secara efektif, dan kemampuan menetapkan atau menilai merupakan kemampuan menulis sesuai tujuan, kondisi, dan situasi. Kelima kemampuan ini dapat dijadikan pedoman atau acuan dalam menilai kemampuan menulis seseorang.
Kompleksnya kegiatan menulis sehingga dianggap kegiatan yang sukar, sesuai dengan pendapat McCrimmon yang mengungkapkan bahwa menulis adalah pekerjaan yang sukar, namun dalam menulis, penulis mempunyai kesempatan untuk menyampaikan sesuatu tentang dirinya, mengkomunikasikan ide-ide, bahkan dapat belajar sesuatu yang belum diketahuinya. Pendapat senada dikemukakan Cere, bahwa menulis merupakan bentuk ungkapan diri sendiri, apa yang ada dalam pikiran dituangkan dalam tulisan. Kedua pendapat ini mengungkapkan ide, gagasan-gagasan yang muncul dari diri penulis. Kompleksnya kegiatan ini maka menurut pendapat ini, menulis merupakan kegiatan yang sukar.
Pandangan lain dikemukakan Hafferman dan Lincoln, bahwa menulis merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan sendiri tanpa didukung tekanan suara, nada, mimik, gerak-gerik komunikasi lisan. Menurut pendapat ini, dalam menulis, penulis menyampaikan ide-ide atau gagasan-gagasan dengan menggunakan kemampuan berbahasa tanpa memerlukan tekanan suara, nada, mimik, atau gerak-gerik komunikasi lisan. Hal ini berarti bahwa di dalam menulis tidak didukung oleh komunikasi secara lisan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan, bahwa menulis merupakan kegiatan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung dan merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif dengan menggunakan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Menurut pendapat ini, menulis merupakan kegiatan berkomunikasi secara tidak langsung. Oleh sebab itu untuk menyampaikan pesan atau bahasa tulisan secara tidak langsung ini, maka seorang penulis harus menguasai berbagai kemampuan sehingga pesan yang akan dikomunikasikan dapat difahami si pembaca. Hal ini sesuai dengan pendapat Vallete, bahwa seorang penulis harus memiliki kemampuan dalam bahasa yang digunakan agar komunikasi bisa menjadi efektif. Kemampuan tersebut, yakni penggunaan bahasa, kemampuan mekanik, penetapan isi, kemampuan stalistik, dan kemampuan menetapkan atau menilai. Mengingat kompleksnya kegiatan menulis, maka orang menganggap bahwa menulis merupakan kegiatan yang sukar atau kegiatan yang sukar diajarkan.
Berdasarkan deskripsi di atas, maka yang dimaksud dengan menulis adalah suatu kegiatan yang kompleks dalam menyampaikan secara tidak langsung ide-ide atau gagasan-gagasan agar dapat difahami atau dimengerti pembaca.

B. Model Pembelajaran bahasa Indonesia dengan Fokus Menulis
Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang ditekankan pembinaannya, disamping membaca dan berhitung. Keterampilan menulis di sekolah dasar dibedakan atas keterampilan menulis permulaan dan keterampilan menulis lanjut. Keterampilan menulis permulaan ditekankan pada kagiatan menulis dengan menjiplak, menebalkan, mencontoh, melengkapi, menyalin, dikte, melengkapi cerita, dan menyalin puisi. Sedangkan pada keterampilan menulis lanjut diarahkan pada menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk percakapan, petunjuk, dan cerita (http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/08/latar-belakang-merupakan-paparan-mengapa-penelitian-yang-dipilih-menjadi-penting-dan-mendesak-untuk-diteliti/).
Dalam kurikulum 2004, pembelajaran menulis dicantumkan secara eksplisit sebagai kompetensi dasar berbahasa. Untuk melatih siswa agar terampil menulis dengan baik, guru perlu membimbing melalui proses menulis agar dapat memunculkan gagasan, mengembangkan gagasan yang telah dimiliki, membuat konsep (draft), merevisi, menyunting, kemudian menulis karangan yang sesungguhnya.
Jadi, yang dimaksud dengan pembelajaran bahasa Indonesia dengan fokus menulis adalah pembelajaran bahasa Indonesia yang dipusatkan atau bertumpu pada kegiatan latihan menulis. Di SD kelas rendah difokuskan pada penguasaan latuhan menulis huruf-huruf dan merangkaikan huruf-huruf menjadi kata serta merangkaikan kata-kata menjadi kalimat sederhana maka di SD kelas tinggi difokuskan pada latihan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tulis secara jelas.
Menurut Pangestu (1996:81), pembelajaran menulis diharapkan mampu mengarahkan siswa ke usaha pengembangan sumber dayanya dan menjadikan pembelajaran menulis lebih bermakna dan berharga bagi siswa. Selanjutnya, diharapkan dapat mengantarkan siswa menjadi penulis dan pemikir yang baik, serta mandiri. Tujuan akhir pembelajaran menulis adalah agar siswa mampu mengekspresikan dan menggeneralisasikan pengetahuan, pengalaman, serta kemampuannya dalam tulisan.
Manfaat dari kegiatan menulis merupakan keterampilan yang strategis untuk:
1 Peningkatan kecerdasaan.
2 Pengembangan daya imajinatif dan kreativitas.
3 Penumbuhan keberanian atau rasa percaya diri
4 Pendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi.
Menurut Tarigan (1986) ada beberapa teknik dalam pembelajaran menulis, seperti berikut ini.
1. Menyusun kalimat
Menyusun atau membangun kalimat dapat dilakukan dengan berbagai cara berikut.
a. Menjawab pertanyaan
Guru bertanya : siapa namamu?
Siswa menjawab : Budi/nama saya Budi (siswa menulis namanya)
Guru bertanya : di mana rumahmu?
Siswa menjawab : di Jalan Thamrin No. 3 (siswa menulis alamatnya)
b. Melengkapi kalimat
Guru: sempurnakan kalimat berikut!
Pilih kata tepat di lajur kanan!
1) Ibu kota Jawa Barat adalah A. Bandung
2) Kebun Raya terletak di B. Semarang
3) Taman Mini berada di C. Jakarta
4) Kota Pahlawan adalah D. Bogor
D. Surabaya
Siswa: mengisi kalimat di atas dengan jalan menulis nama kota yang tepat.
c. Memperbaiki susunan kalimat
Guru: Ubahlah susunan kalimat berikut supaya tepat!
Contoh: Saya di Jalan Melati No. 10 bertempat tinggal
Saya bertempat tinggal di Jalan Melati No. 10
d. Memperluas kalimat
Guru menyebutkan sebuah kalimat model. Kemudian, siswa memperluas kalimat model dengan kata/frase yang sudah ditentukan guru.
Contoh: Kalimat model “Ibu menjahit”……..
Kata untuk memperluas kalimat “pakaian”
Siswa: Ibu menjahit pakaian
e. Subtitusi
Guru memberikan kalimat model, kemudian menyebutkan kata lain yang dapat menduduki posisi jabatan tertentu. Setelah itu guru memberi contoh penggantian kata tersebut.
Contoh: Ayah membeli buku
Sepatu Ayah membeli sepatu
f. Transformasi
Guru memberikan kalimat model. Siswa mengubah bentuk kalimat model dan menuliskannya.
Guru : Ibu memasak nasi.
Siswa : Ibu memasak apa?
2. Memperkenalkan Karangan
Dalam memperkenalkan karangan dapat ditempuh dengan dua teknik, yaitu: (1) baca dan tulis, atau (2) simak dan tulis.

3. Meniru Model
Dalam teknik ini guru menyiapkan contoh karangan yang dipakai sebagai model oleh siswa untuk menyusun karangan. Struktur karangan memang sama, tetapi berbeda dalam isi.
4. Karangan Bersama
Pelaksanaan teknik ini dimulai dengan pengamatan yang dilakukan siswa bersama guru. Misalnya, mengamati kebun sekolah. Setelah itu siswa ditugasi menyusun kembali sebuah kalimat yang berhubungan dengan hasil pengamatannya terhadap kebun sekolah. Kemudian, kalimat dari siswa tadi disusun bersama-sama dan dengan bantuan guru diperbaiki sehingga menjadi sebuah karangan.
5. Mengisi
Teknik ini dipraktikkan dengan cara guru menyiapkan sebuah karangan yang kata kelima dan setiap kalimat pembangun cerita dihilangkan. Kemudian, karangan diberikan kepada siswa untuk disempurnakan atau diisi titik-titik dengan sebuah kata sehingga menjadi karangan yang utuh.
6. Menyusun Kembali
Suatu karangan yang telah dikacaukan urutan kalimatnya, kemudian diberikan kepada siswa untuk mengurutkan kembali menjadi sebuah karangan dengan urutan kalimat yang benar.
7. Menyelesaikan Cerita
Siswa diberi cerita yang belum selesai dan ditugasi menyelesaikan cerita tersebut menjadi cerita yang utuh.
8. Menjawab Pertanyaan
Siswa diberi pertanyaan dan kalimat jawaban siswa tersebut dapat disusun sebuah cerita tentang kesenangannya.
9. Meringkas Bacaan
Teknik ini dilaksanakan dengan jalan siswa diberi suatu bacaan yang berupa cerita pendek atau sebuah wacana. Siswa disuruh membaca/mempelajari bacaan tersebut, kemudian meringkasnya.


10. Parafrase
Dalam pengajaran menulis dapat digunakan teknik parafrase dengan jalan guru memberi karangan puisi yang harus diubah oleh siswa dalam bentuk prosa atau sebaliknya.
11. Reka Cerita Gambar
Teknik ini bertujuan untuk melatih mengembangkan imajinasi siswa. Dengan melihat gambar tunggal atau gambar berseri siswa disuruh menuliskan sebuah cerita yang ada hubungannya dengan gambar yang diamati.
12. Memerikan
Teknik ini dilakukan dengan jalan siswa disuruh mengamati sesuatu, apakah kelasnya atau yang lain, kemudian disuruh menggambarkan atau memerikan apa-apa yang diamatinya dalam bentuk tulisan.
13. Mengembangkan Kata Kunci
Pelaksanaan teknik ini dengan jalan siswa diberi beberapa kata kunci, kemudian disuruh mengembangkan kata-kata itu menjadi sebuah karangan.
14. Mengembangkan Kalimat Topik
Dalam teknik mengembangkan kalimat topik yang dikembangkan adalah sebuah kalimat yang diberikan kepada siswa. Kalimat topik sifatnya masih umum dan luas yang harus dikembangkan dengan beberapa kalimat penjelas.
15. Mengembangkan Judul
Dalam penerapan teknik mengembangkan judul, siswa diberi judul yang terdiri dari beberapa kata yang harus dikembangkan menjadi beberapa kalimat topik, kalimat topik dikembangkan menjadi paragraf, dan paragraf harus berhubungan satu sama lain yang membentuk suatu cerita yang utuh dan padu.
16. Mengembangkan Peribahasa
Teknik ini dilaksanakan dengan jalan pemberian sebuah peribahasa yang sudah dikenal dan difahami maknanya oleh siswa. Kemudian, siswa ditugasi menulis karangan singkat berdasarkan peribahasa tersebut.



17. Menulis Surat
Dalam pembelajaran menulis surat ada dua cara/teknik yang bisa diberikan kepada siswa. Cara pertama adalah menulis surat secara terpimpin, sedangkan cara kedua adalah menulis surat secara bebas.
18. Menyusun Dialog
Teknik menyusun atau mengembangkan dialog atau percakapan dapat digunakan untuk pembelajaran menulis karena dialog sudah dikenal oleh setiap siswa.
19. Menyusun Wacana
Teknik menyusun wacana dalam pembelajaran menulis merupakan teknik pembelajaran menulis secara bebas.
Pemilihan kesembilan belas teknik di atas dengan sendirinya harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Misalnya, teknik menyusun wacana tidak mungkin diberikan pada siswa kelas 2 SD, tetapi siswa kelas 6 yang sudah banyak berlatih menulis.

C. Pembelajaran Menulis di Kelas Rendah
Murid kelas I datang dari berbagai latar yang berbeda. ada yang sudah melek huruf (sudah mengenal huruf dan bisa membaca sekelompok atau serangkaian huruf sebagai sekelompok bunyi yang bermakna), ada yang sekedar mengenal abjad, ada yang sudah bisa menuliskan namanya sendiri, tetapi tidak mengerti apa yang telah dituliskannya dan bahkan ada yang sama sekali tidak mengetahui apa-apa.
Pada awal persekolahan murid kelas I, pembelajaran yang utama adalah membaca dan menulis. Pembelajaran untuk kedua jenis keterampilan ini dikemas dalam satu paket yang disebut paket MMP, paket Membaca Menulis Permulaan. Melalui paket ini, pertama kalinya murid diperkenalkan dengan lambang-lambang tulis yang biasa digunakan untuk berkomunikasi. Sasaran utamanya adalah para murid kelas I SD memiliki kemampuan membaca dan menulis pada tingkat dasar. Kemampuan dasar tersebut menjadi landasan bagi keterampilan-keterampilan lain, baik dalam kehidupan akademik di sekolah maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Anak-anak yang sudah melek huruf sudah mengalami proses pembelajaran MMP di lingkungan sebelumnya, mungkin di lingkungan rumah atau persekolahan, seperti Taman Kanak-kanak.
Materi pokok menulis pada semester I SD kelas I, yaitu (a) garis putus-putus, (b) garis lurus, (c) garis lengkung, (d) lingkaran, dan (e) garis pembentuk lingkaran. Jadi, siswa diperkenalkan dengan membuat/menulis huruf-huruf atau alfabet latin dan merangkaikannya menjadi kata-kata. Di samping itu siswa dibiasakan untuk menulis dengan sikap yang benar, misalnya memegang dan menggunakan alat tulis (merupakan kompetensi dasar yang harus dikembangkan guru).
Bila memperhatikan yang disebutkan dalam materi pokok, mengharuskan guru untuk menjabarkan yang lebih terperinci dan disesuaikan dengan dunia dan lingkungan siswa. Misalnya, di kelas I kompetensi dasarnya “menjiplak dan menebalkan” dan materi pokoknya adalah “gambar, lingkaran, bentuk, huruf”. Materi pokok yang berupa gambar, lingkaran, bentuk, huruf disesuaikan dengan dunia siswa kelas 1. Dengan demikian, materi gambar yang dipilihkan adalah gambar mobil atau boneka yang berhubungan dengan lingkaran, misalnya berikan gambar balon yang diikat, dan yang berupa bentuk huruf yang berhubungan dengan gambar yang diberikan tadi. Untuk jelasnya di bawah gambar mobil dituliskan bentuk huruf m-o-b-i-l, di bawah gambar boneka dituliskan bentuk huruf b-o-n-e-k-a.
setelah menentukan materi pembelajaran untuk keterampilan menulis, selanjutnya menentukan metode dan teknik pembelajarannya. Pengertian metode dan teknik pembelajaran tidak sama. Metode mengacu pada suatu prosedur untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, yang meliputi (a) pemilihan bahan, (b) urutan bahan, (c) penyajian bahan, dan (d) pengulangan bahan. Sedangkan teknik mengandung upaya, usaha, atau cara yang digunakan guru untuk mencapai tujuan langsung dalam pelaksanaan pembelajaram di dalam kelas pada saat itu. Oleh karena itu, dalam metode mengandung makna penyajian bahan dan teknik mengandung cara-cara yang digunakan guru maka penggunaan metode dan teknik disamakan.

D. Tujuan Pembelajaran Menulis di SD Kelas Rendah
Tujuan pembelajaran menulis di SD kelas rendah dapat dilihat pada Hasil Belajar dan Kompetensi Dasar apa yang akan dikembangkan. Hasil Belajar dan Kompetensi Dasar untuk menulis di SD kelas rendah dapat dilihat pada sumbernya, yaitu Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah.
Adapun hasil belajar atau tujuan pembelajaran menulis yang ingin dicapai di kelas I SD adalah (a) bersikap dengan benar menulis garis putus-putus, garis lurus, garis lengkung, lingkaran, garis pembentuk huruf; (b) menjiplak dan menebalkan (gambar, lingkaran, dan bentuk lurus); (c) menyalin (huruf, kata, kalimat, angka arab, kalimat atau beberapa kalimat); (d) menulis huruf, kata, dan kalimat sederhana dengan huruf lepas; (e) menulis beberapa kalimat sederhana (terdiri atas 3-5 kata) dengan huruf sambung dan menuliskannya dengan benar; dan (g) menulis rapi kalimat dengan huruf sambung.
Hasil belajar atau tujuan pembelajaran menulis di kelas 2 adalah (a) menuliskan pengalaman menggunakan kalimat sederhana dengan huruf sambung, (b) menuliskan kalimat yang didiktekan guru dalam huruf sambung dengan benar (penggunaan ejaan dan tanda baca), (c) melengkapi cerita dengan kata yang tepat, (d) menulis karangan pendek tentang kegiatan anggota keluarga, dan (e) menulis cerita sederhana tentang kesukaan dan ketidaksukaan.
Dalam praktiknya pembelajaran menulis di SD kelas I guru tidak banyak mengalami kesulitan karena siswa kelas I SD sebagian besar sudah dibekali dengan menulis dan membaca permulaan di Taman Kanak-kanak.

E. Pengertian MMP
MMP merupakan Membaca Menulis Permulaan. MMP merupakan program pembelajaran yang diorientasikan kepada kemampuan membaca dan menulis permulaan di kelas awal pada saat anak mulai memasuki bangku sekolah.
Kemampuan membaca permulaan lebih diorientasikan pada kemampuan membaca di tingkat dasar, yakni kemampuan melek huruf. Maksudnya anak-anak dapat mengubah dan melapalkan lambang-lambang tertulis menjadi bunyi-bunyi bermakna. Pada tahap ini sangat dimungkinkan anak-anak dapat melafalkan lambang-lambang huruf yang dibacanya tanpa diikuti oleh pemahaman terhadap lambang bunyi-bunyi tersebut.
Kemampuan melek huruf selanjutnya dibina dan ditingkatkan menuju pemilikan kemampuan membaca tingkat lanjut, yakni melek wacana. Yang dimaksud dengan melek wacana adalah kemampuan membaca yang sesungguhnya, yakni kemampuan mengubah lambang-lambang tulis menjadi bunyi-bunyi bermakna disertai pemahaman akan lambang-lambang tersebut. Dengan bekal kemampuan melek wacana, kemudian anak dipajankan dengan berbagai informasi dan pengetahuan dari berbagai media cetak yang dapat diakses sendiri.
Kemampuan menulis permulaan tidak jauh berbeda dengan kemampuan membaca permulaan. Pada tingkat dasar permulaan, pembelajaran menulis lebih diorientasikan pada kemampuan yang bersifat mekanik. Anak-anak dilatih untuk dapat menuliskan (mirip dengan kemampuan melukis atau menggambar) lambang-lambang tulis jika dirangkaikan dalam sebuah struktur, lambang-lambang itu menjadi bermakna. Selanjutnya, dengan kemampuan dasar ini, secara perlahan-lahan anak-anak digiring pada kemampuan menuangkan gagasan, pikiran, perasaan, ke dalam bahasa tulis melalui lambang-lambang tulis yang sudah dikuasainya. Inilah kemampuan menulis yang sesungguhnya.
Syafi’e (dalam Nurchasanah, 2004) membagi penulisan permulaan menjadi dua tahap, yaitu (a) tahap prapenulisan dan (b) tahap penulisan. Tahap prapenulisan bertujuan melatih siswa untuk membiasakan diri bersikap yang baik dan tepat pada waktu menulis, cara membuka buku yang tepat, dan belajar membuat berbagai macam garis yang memungkinkan siswa untuk bisa menulis dengan tepat. Tahap penulisan merupakan kelanjutan dari tahap prapenulisan yang bertujuan melatih siswa untuk dapat menulis dengan sesungguhnya.
Pada kelas permulaan, pengajaran menulis dipusatkan pada menulis dan mengeja huruf atau kata-kata yang mempunyai frekuensi penggunaan tinggi, seperti nama, alamat, atau kosa kata sehari-hari. Pada tingkat yang lebih lanjut, pengajaran menulis dialihkan pada kemampuan mengkomunikasikan pendapat dalam bentuk mengarang. Untuk dapat menulis dengan baik, beberapa jenis keterampilan diperlukan, antara lain kemampuan mengorganisasikan pendapat, mengingat, membuat konsep, dan mekanik (tata tulis).
Sunardi (1977) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan proses menulis sebenarnya meliputi tiga aspek, yaitu menulis dengan tangan (handwriting), mengeja (spelling), dan mengarang. Pada setiap aspek menulis, ada beberapa kompetensi yang perlu dikembangkan sehingga harus dimasukkan dalam kurikulum. Perangkat kompetensi pada kelas permulaan adalah sebagai berikut (Sunardi, 1977):
1. Keterampilan Pra Menulis
Yang termasuk keterampilan pra menulis adalah sebagai berikut:
a. Meraih, meraba, memegang, dan melepaskan benda;
b. Mencari perbedaan dan persamaan berbagai benda, bentuk, warna, bangun, posisi;
c. Menentukan arah kiri, kanan, atas, bawah, depan, belakang.
2. Keterampilan Menulis dengan Tangan (handwriting)
Yang termasuk keterampilan menulis dengan tangan adalah sebagai berikut:
a. Memegang alat tulis;
b. Menggerakkan alat tulis ke atas ke bawah;
c. Menggerakkan alat tulis ke kiri ke kanan;
d. Menggerakkan alat tulis melingkar;
e. Menyalin huruf;
f. Menyalin namanya sendiri dengan huruf balok;
g. Menulis namanya sendiri dnegan huruf balok;
h. Menyalin kata dan kalimat dengan huruf balok;
i. Menyalin huruf balok dari jarak jauh;
j. Menyalin huruf, kata, dan kalimat dengan tulisan bersambung;
k. Menyalin tulisan bersambung dari jarak jauh.
3. Keterampilan Mengeja
Yang termasuk keterampilan mengeja adalah sebagai berikut:Mengenal huruf abjad;
a. Mengenal kata;
b. Mengucapkan kata yang diketahuinya;
c. Mengenal perbedaan dan persamaan konfigurasi kata;
d. Membedakan bunyi pada kata-kata;
e. Mengasosiasikan bunyi dengan huruf;
f. Mengeja kata;
g. Menemukan aturan ejaan kata;
h. Menuliskan kata dengan ejaan yang benar.

F. Tujuan Pembelajaran MMP
Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan kurikulum terkini yang digunakan di sekolah-sekolah sebagai pengganti kurikulum sebelumnya, yakni kurikulum 1994. Penyempurnaan kurikulum ini mengacu pada Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah yang mengamanatkan adanya standar nasional pendidikan. Standar-standar dimaksud berkenaan dengan standar isi, proses dan kompetensi lulusan serta penetapan kerangkan dasar dan standar kurikulum oleh pemerintah.
Seperti dijelaskan oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, dalam kata pengantar untuk kurikulum 2004 Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bahwa upaya penyempurnaan kurikulum dimaksudkan untuk mewujudkan peningkatan mutu dan relevansi pendidikan yang harus dilakukan secara menyeluruh mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya. Dimensi-dimensi yang dimaksud meliputi aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, kesehatan, seni, dan budaya. Pengembangan aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup serta menyesuaikan diri, dan berhasil dalam kehidupan. Kurikulum tersebut dikembangkan secara lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan dan keadaan masing-masing daerah dan sekolah setempat atau yang disebut dengan Kurikulum KTSP.
Mata pelajaran bahasa Indonesia, khususnya untuk keterampilan menulis di kelas I (kelas rendah) pada Kurikulum 2004 yang dikembangkan melalui Kurikulum 2006 KTSP menetapkan standar kompetensi sebagai berikut. Siswa mampu menulis beberapa kalimat yang dibuat sendiri dengan huruf lepas dan huruf sambung, menulis kalimat yang didiktekan guru, dan menulis rapi menggunakan huruf sambung. Standar kompetensi ini diturunkan ke dalam tujuh buah kompetensi dasar, yakni:
1. Membiasakan sikap menulis yang benar (memegang dan menggunakan alat tulis);
2. Menjiplak dan menebalkan;
3. Menyalin;
4. Menulis permulaan;
5. Menulis beberapa kalimat dengan huruf sambung;
6. Menulis kalimat yang didiktekan guru;
7. Menulis dengan huruf sambung.
Berdasarkan kompetensi dasar tersebut ditetapkan hasil belajar dan indikatornya menulis untuk kelas I sekolah dasar seperti tampak dalam uraian berikut.
Hasil Belajar
Indikator
Bersikap dengan benar dalam menulis:
1. Garis putus-putus;
2. Garis lurus;
3. Garis lengkung;
4. Lingkaran;
5. Garis pembentuk huruf
1. Menggerakkan telunjuk untuk membuat berbagai bentuk garis dan lingkaran.
2. Memegang alat tulis dan menggunakannya dengan benar.
3. Mewarnai.
Menjiplak dan menebalkan
1. Gambar
2. Lingkaran
3. Bentuk huruf
Menjiplak dan menebalkan berbaagai bentuk gambar, lingkaran, dan bentuk huruf.
Menyalin
1. Huruf
2. Kata
3. Kalimat
4. Angka Arab
5. Kalimat atau beberapa kalimat
1. Menyalin atau mencontoh huruf kata atau kalimat dari buku atau papan tulis dengan benar.
2. Menyalin atau mencontoh kalimat dari buku atau papan tulis yang ditulis guru dan menuliskannya pada buku tulisnya.
Menulis huruf, kata, dan kalimat sederhana dengan huruf lepas
1. Menulis dengan huruf, kata, dan kalimat sederhana.
2. Menulis dengan huruf, kata, dan kalimat sederhana dengan benar dan dapat dibaca orang lain.
3. Membuat label untuk benda-benda dalam kelas.
4. Melengkapi kalimat yang belum selesai berdasarkan gambar.
5. Menuliskan nama diri, umur, tempat tinggal.
Menulis beberapa kalimat sederhana (terdiri atas 3-5 kata) dengan huruf sambung.
1. Menuliskan pikiran dan pengalaman dengan huruf sambung dengan rapi yang mudah dibaca orang.
Menulis kalimat yang didiktekan guru menggunakan huruf sambung dan menuliskannya dengan benar.
1. Menulis kalimat secara benar dan tepat dan mengikuti apa yang didiktekan guru.
2. Menulis dengan menggunakan huruf sambung.
Menulis rapi kalimat dengan huruf sambung
Menulis kalimat dengan huruf sambung yang rapi dan dapat dibaca orang lain.
Berdasarkan paduan kompetensi dasar, hasil belajar, dan indikator pencapaian hasil belajar seperti yang telah diuraikan di atas, jelas tampak sasaran pembelajaran menulis permulaan lebih diarahkan pada kemampuan menulis secara mekanis.

G. Metode Pembelajaran MMP
1. Metode Eja
Metode eja biasa disebut dengan metode abjad atau metode alfabet. Penggunaan metode eja dalam pembelajaran MMP dimulai dengan pengenalan huruf-huruf secara alfabetis. Huruf-huruf tersebut dihapalkan dan dilafalkan anak sesuai dengan bunyinya menurut abjad. Sebagai contoh A/a, B/b, C/c, D/e, E/f, dan seterusnya, dilafalkan sebagai contoh: [a], [be], [ce], [de], [e], [ef], dan seterusnya. Kegiatan ini diikuti dengan latihan menulis lambang, tulisan seperti a, b, c, d, e, f, dan seterusnya atau dengan huruf rangkai a, b, c, d, e, f, dan seterusnya. Setelah melalui tahapan ini, para siswa diajak untuk berkenalan dengan suku kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya. Misalnya:
b,u,k,u menjadi b-u bu (dibaca atau dieja/be-u/ [bu])
k-u ku (dibaca atau dieja/ke-u/ [ku])
dilafalkan /buku/
Proses ini sama dengan menulis permulaan, setelah anak-anak bisa menuliskan huruf-huruf lepas, kemudian dilanjutkan dengan belajar menulis rangkaian huruf yang berupa suku kata. Sebagai contoh, mengambil kata ‘buku’ di atas, selanjutnya anak diminta menulis seperti: bu – ku buku.
Proses pembelajaran selanjutnya adalah pengenalan kalimat-kalimat sederhana. Contoh-contoh perangkaian huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat diupayakan mengikuti prinsip pendekatan spiral, pendekatan komunikatif, dan pengalaman berbahasa. Artinya, bahan ajar untuk pembelajaran MMP hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkret menuju hal-hal yang abstrak, dari hal-hal yang mudah, akrab, familiar dengan kehidupan anak menuju hal-hal yang sulit dan mungkin merupakan sesuatu yang baru bagi anak.
Kelemahan mendasar dari penggunaan metode eja diantaranya, meskipun sudah mengenal rangkaian huruf yang berupa suku kata ataupun kata, anak yang baru mulai membaca akan mengalami kesukaran dalam memahami sistem pelafalan bunyi /b/ dan /a/ menjadi [ba], bukan [bea]. Bukankah huruf /b/ dilafalkan [be] dan huruf /a/ dilafalkan [a]. mengapa kelompok huruf /ba/ dilafalkan [ba], bukan [bea]. Hal ini akan membingungkan anak. Penanaman konsep hafalan abjad dengan menirukan bunyi pelafalannya secara mandiri, terlepas dari konteksnya, menyebabkan anak mengalami kebingungan manakala menghadapi bentukan-bentukan baru, seperti kata tadi.
Di samping itu, kelemahan lain dari penggunaan metode ini adalah pelafalan diftong dan fonem-fonem rangkap, seperti /ng/, /ny/, /kh/, /ai/, /au/, /oi/, dan sebagainya. Sebagai contoh, fonem /ng/. Anak-anak sudah mengenal huruf tersebut sebagai [en] dan [ge]. Dengan demikian, mereka berkesimpulan bahwa fonem itu dilafalkan akan menjadi [en-ge] atau [neg] atau [nege].
Melihat dua kelemahan tersebut, tampaknya proses pembelajaran melalui sistem tubian dan hafalan akan mendominasi proses pembelajaran MMP dengan metode ini. Pendekatan kontekstual merupakan ciri utama dari pelaksanaan Kurikulum SD saat ini, prinsip kebermaknaan dan menemukan sendiri cerminan dari pendekatan tersebut dalam proses pembelajaran menjadi terabaikan bahkan terhapus dari metode ini.

2. Metode Bunyi
Metode bunyi berkaitan dengan sistem pelafalan abjad atau huruf (baca: beberapa huruf konsonan). Sebagai contoh:
Huruf /b/ dilafalkan [eb] Catatan:
/d/ dilafalkan [ed] dilafalkan dengan e pepet, seperti
/e/ dilafalkan [e] pelafalan pada kata benar, keras,
/g/ dilafalkan [eg] pedas, lemah.
/p/ dilafalkan [ep]


Dengan demikian kata nani dieja menjadi:
/en-a/ [na]
/en-i/ [ni] dibaca [na-ni]
Melakukan proses membaca permulaan melalui proses pelatihan dan proses tubian. Guru harus mampu memberikan penguat-penguat dalam melakukan proses pembelajaran permulaan melalui metode ini, sehingga mampu membangkitkan motivasi untuk belajar dan berlatih. Metode Bunyi sebenarnya merupakan bagian dari Metode Eja. Prinsip dasar pembelajaran tidak jauh berbeda dengan Metode Eja/Abjad. Demikian juga dengan kelemahan-kelemahannya. Perbedaannya terletak pada cara atau sistem pembacaan atau pelafalan abjad (huruf-hurufnya).

3. Metode Suku Kata
Metode Suku Kata disebut juga dengan Metode Silaba. Proses pembelajaran MMP dengan metode ini diawali dengan pengenalan suku kata, seperti /ba,bi,bu,be,bo/; /ca,ci,cu,ce,co/, /da,di,du,de,do/, /ka,ki,ku,ke,ko/, dan seterusnya. Suku kata tersebut kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna. Sebagai contoh, dari suku kata tadi guru dapat membuat berbagai variasi paduan suku kata menjadi kata-kata bermakna, untuk bahan ajar MMP. Misalnya: bo – bi cu – ci da – da ka – ki
bi – bu ca – ci di – da ku - ku
bi – bi ci – ca da – du ka – ku ba – ca ka – ca du – ka ku – da
kemudian kegiatan tersebut dilanjutkan dengan proses perangkaian kata menjadi kelompok kata atau kata sederhana. Contoh perangkaian kata yang dimaksud, misalnya: ka-ki ku-da
ba-ca bu-ku
cu-ci ka-ki
proses perangkaian suku kata menjadi kata, kata menjadi kelompok kata atau kalimat sederhana, kemudian ditindaklanjuti dengan proses pengupasan atau penguraian bentuk-bentuk tersebut menjadi satuan-satuan bahasa terkecil dibawahnya, yakni dari kalimat ke dalam kata-kata dan dari kata ke suku kata. Proses pembelajaran MMP yang melibatkan kegiatan merangkai dan mengupas, kemudian melahirkan istilah lain untuk metode ini, yaitu Metode Rangkai-Kupas.
Langkah-langkah pembelajaran MMP dengan Metode Suku Kata adalah:
1. Tahap pertama, pengenalan suku-suku kata;
2. Tahap kedua, perangkaian suku-suku kata menjadi kata;
3. Tahap ketiga, perangkaian kata menjadi kelompok kata atau kalimay sederhana;
4. Tahap keempat, pengintegrasian kegiatan perangkaian dan pengupasan (kalimat kata-kata suku-suku kata).
Metode Suku Kata populer dalam pembelajaran baca tulis Al-Qur’an. Dalam pembelajaran baca tulis Al-Qur’an, metode ini dikenal dengan istilah Metode Iqro.

4. Metode Kata Lembaaga
Proses pembelajaran MMP dengan metode ini melibatkan serangkaian proses proses pengupasan dan perangkaian maka metode ini dikenal sebagai Metode Kupas-Rangkai. Sebagai contoh, sebuah kata diuraikan (dikupas) menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf-huruf. Selanjutnya, dilakukan proses perangkaian huruf menjadi suku kata dan suku kata menjadi kata. Dengan kata lain, hasil pengupasan tadi dikembalikan lagi ke bentuk asalnya sebagai kata lembaga (kata semula).

5. Metode Global
Metode global disebut juga dengan Metode Kalimat, dikatakan demikian karena alur proses pembelajaran MMP yang diperlihatkan melalui metode ini diawali dengan penyajian beberapa kalimat secara global. Untuk membantu pengenalan kalimat dimaksud, biasanya digunakan gambar. Di bawah gambar dituliskan sebuah kalimat yang kira-kira merujuk pada makna gambar tersebut. Sebagai contoh, apabila kalimat yang diperkenalkan berbunyi ini Nani maka gambar yang cocok untuk menyertai kalimat itu adalah gambar seorang anak perempuan.
Selanjutnya, anak diperkenalkan dengan beberapa kalimat, barulah proses pembelajaran MMP dimulai. Mula-mula guru mengambil salah satu kalimat dari beberapa kalimat yang dipekernalkan di awal pembelajaran. kalimat tersebut dijadikan dasar untuk pembelajaran MMP. Melalui proses deglobalisasi (proses penguraian kalimat menjadi satuan-satuan yang lebih kecil, yakni menjadi kata, suku kata, dan huruf), selanjutnya anak menjalani proses pembelajaran MMP. Berikut merupakan contoh bahan untuk MMP yang mempergunakan Metode Global.
a. Memperkenalkan gambar dan kalimat
b. Menguraikan salah satu kalimat menjadi kata; kata menjadi suku kata; suku kata menjadi huruf-huruf
ini dadu
ini dadu
i-ni da-du
i-n-i d-a-d-u

6. Metode SAS
SAS merupakan kepanjangan dari Struktural Analitik Sintetik. Metode SAS merupakan salah satu metode yang bisa digunakan untuk proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan bagi siswa pemula.
Pembelajaran MMP dengan metode ini mengawali pelajarannya dengan menampilkan dan memperkenalkan sebuah kalimat utuh, dalam hal ini anak diperkenalkan pada sebuah struktur yang memberi makna lengkap, yakni struktur kalimat. Hal ini dimaksudkan untuk membangun konsep-konsep kebermaknaan pada diri anak. Sebelum memulai KBM MMP yang sesungguhnya, guru dapat memanfaatkan rangsang gambar, benda nyata, tanya jawab informal untuk menggali bahasa siswa.
Kemudian melalui proses analitik, anak-anak mengenal konsep kata. Kalimat utuh dijadikan tonggak dasar untuk pembelajaran kecil yang disebut kata. Proses penganalisisan atau penguraian terus berlanjut, hingga pada wujud satuan bahasa terkecil yang tidak bisa diuraikan lagi, yakni huruf-huruf.
Proses penguraian/penganalisisan dalam pembelajaran MMP dengan Metode SAS, meliputi:
1. Kalimat menjadi kata-kata;
2. Kata menjadi suku-suku kata;
3. Suku kata menjadi huruf-huruf
Tahap selanjutnya, anak didorong untuk melakukan kerja sintesis (menyimpulkan). Satuan bahasa yang telah terurai dikembalikan lagi kepada satuannya semula, yakni dari huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat. Dengan demikian, melalui proses sintesis, anak-anak akan menemukan kembali wujud struktur semula, yakni sebuah kalimat utuh.
Melihat prosesnya, metode ini merupakan campuran dari metode membaca permulaan. Oleh karena itu, penggunaan Metode SAS dalam pengajaran MMP pada sekolah tingkat SD pernah dianjurkan, bahkan diwajibkan pemakaiannya oleh pemerintah.
Beberapa manfaat yang dianggap kelebihan dari metode ini, diantaranya sebagai berikut.
1. Metode ini sejalan dengan prinsip linguistik (ilmu bahasa) yang memandang satuan bahasa terkecil untuk berkomunikasi adalah kalimat. Kalimat dibentuk oleh satuan bahasa di bawahnya, yakni kata, suku kata, dan akhirnya fonem (huruf-huruf).
2. Metode ini mempertimbangkan pengalaman berbahasa anak. Oleh karena itu, pengajaran akan lebih bermakna bagi anak karena bertolak dari sesuatu yang dikenal dan diketahui anak. Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap daya ingat dan pemahaman anak.
3. Metode ini sesuai dengan prinsip inkuiri (menemukan sendiri). Anak mengenal dan memahami sesuatu berdasarkan hasil temuannya. Sikap seperti ini akan membantu anak dalam mencapai keberhasilan belajar.
Bahan ajar untuk pembelajaran membaca permulaan dengan metode ini tampak, seperti berikut.
ini mama
ini mama
i-ni ma-ma
i-n-i m-a-m-a
i-ni ma – ma
ini mama
ini mama
Setelah mempelajari bermacam-macam metode, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada metode yang terbaik dan juga tidak ada metode yang terbutuk. Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Metode yang terbaik adalah metode yang cocok dengan pemakainya.

H. Model Pembelajaran MMP
Dalam pemilihan metode pembelajaran MMP apa yang paling tepat digunakan guru bagi pembelajar pemula tidaklah begitu penting. Guru dapat memilih metode MMP yang paling tepat dan paling cocok sesuai dengan situasi dan kondisi siswanya. Namun, penggunaan pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), pendekatan komunikatif-integratif, dan CTL (Contextual Teaching and Learning) hendaknya benar-benar dilaksanakan oleh setiap guru.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar MMP terbagi ke dalam dua tahapan sebagai berikut.
1. Pembelajaran tanpa buku.
2. Pembelajaran dengan menggunakan buku.

I. Langkah-langkah Pembelajaran MMP
1. Langkah-langkah Pembelajaran MMP Tanpa Buku
Pengajaran membaca permulaan tanpa buku dapat dilakukan dengan menunjukkan gambar; menceritakan gambar; siswa bercerita dengan bahasa sendiri; memperkenalkan bentuk huruf (tulisan) melalui bantuan gambar; membaca tulisan gambar; membaca tulisan tanpa gambar; memperkenalkan huruf, suku kata, kata , atau kalimat, dengan bantuan kartu; memperkenalkan unsur suku kata/huruf; dan merangkai suku kata menjadi kata.
Pengajaran menulis permulaan tanpa buku dapat dilakukan melalui pelatihan mekanik untuk melemaskan otot-otot tangan, misalnya membuat telur atau lingkaran di udara, membuat pagar di udara, menirukan gambar huruf di udara, dan sejenisnya.
2. Langkah-langkah Pembelajaran MMP dengan Menggunakan Buku
Beberapa alternatif pembelajaran yang ditawarkan: membaca buku pelajaran (buku paket); membaca buku dan majalah anak yang sudah terpilih; membaca bacaan susunan bersama guru-siswa; membaca bacaan susunan siswa (kelompok perseorangan).
3. Langkah-langkah Pembelajaran Menulis Permulaan
Langkah-langkah kegiatan menulis permulaan terbagi ke dalam dua kelompok, yakni:
a. Pengenalan huruf;
Kegiatan ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran membaca permulaan. Penekanan pembelajaran diarahkan pada pengenalan bentuk tulisan, serta pelafalannya dengan benar. Fungsi pengenalan dimaksudkan untuk melatih indra siswa dalam mengenal dan membedakan bentuk dan lambang-lambang tulisan.
Contoh pembelajaran pengenalan bentuk tulisan untuk murid kelas I SD. Misalnya, guru hendak memperkenalkan huruf a, i, dan n. Langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut.
1. Guru menunjukkan gambar seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Kedua gambar tersebut diberi nama nani dan nana.
2. Guru memperkenalkan nama kedua anak itu sambil menunjukkan tulisan nani dan nana yang tertera di bawah masing-masing gambar.
3. Melalui proses tanya jawab secara berulang-ulang anak diminta menunjukkan mana nani dan mana nana sambil diminta menunjukkan bentuk tulisannya.
4. Selanjutnya, guru memindahkan dan menuliskan kedua bentuk tulisan tersebut di papan tulis dan anak diminta memperhatikannya. Guru hendaknya menulis secara perlahan-lahan dan anak diminta untuk memperhatikan gerakan-gerakan tangan serta contoh pengucapan dari bentuk tulisan yang sedang ditulis guru.
5. Setiap tulisan tersebut, kemudian dianalisis dan disintesiskan kembali. Perhatikan contoh tulisan berikut.
nani nana
na ni na na
n a n i n a n a
na ni na na
nani nana
Demikian seterusnya, kegiatan ini dilakukan berulang-ulang bersamaan dengan pembelajaran membaca permulaan. Proses pemberian latihan dilaksanakan dengan mengikuti konsep dari yang mudah ke yang sukar, dari latihan sederhana menuju latihan yang kompleks.
b. Latihan.
Ada beberapa bentuk latihan menulis permulaan yang dapat dilakukan, seperti:
1. Latihan memegang pensil dan duduk dengan sikap dan posisi yang benar.
Tangan kanan berfungsi untuk menulis, tangan kiri untuk menekan buku tulis agar tidak mudah tergeser. Pensil diletakkan di antara ibu jari dan telunjuk. Ujung ibu jari, telunjuk, dan jari tengah menekan pensil dengan luwes, tidak kaku. Posisi badan ketika duduk hendaknya tegak. Dada tidak menempel pada meja, jarak mata antara mata dengan buku kira-kira 25-30 cm.
2. Latihan gerakan tangan
Mula-mula melatih gerakan tangan di udara dengan telunjuknya sendiri atau dengan bantuan alat seperti pensil, kemudian dilanjutkan dengan latihan dalam buku latihan. Agar kegiatan ini menarik, sebaiknya disertai dengan kegiatan bercerita, misalnya untuk melatih, membuat garis tegak lurus guru dapat bercerita yang ada kaitannya dengan pagar, bulatan dengan telur.
3. Latihan mengeblat, yakni menirukan atau menebalkan suatu tulisan dengan menindas tulisan yang telah ada. Ada beberapa cara mengeblat yang bisa dilakukan anak, misalnya dengan menggunakan kertas karbon, kertas tipis, menebalkan tulisan yang sudah ada. Sebelum melakukan kegiatan ini, guru hendaknya memberi contoh cara menulis dengan benar di papan tulis, kemudian menirukan gerakan tersebut dengan telunjuknya di udara. Setelah itu, barulah kegiatan mengeblat dimulai.
4. Latihan menghubung-hubungkan tanda titik-titik yang membentuk tulisan.
Latihan dapat dilakukan dalam buku-buku yang secara khusus menyajikan latihan semacam ini. Selain itu dengan seiring berkembangnya zaman, latihan ini dapat dilakukan juga dengan melalui berbantuan komputer. Pertama kalinya guru memperkenalkan dan menunjukkan huruf-huruf abjad yang ada dalam keyboard komputer, setelah itu baru guru memberikan contoh-contoh bagaimana cara melakukan penulisan dengan menggunakan komputer.
5. Latihan menatap bentuk tulisan.
Latihan ini dimaksudkan untuk melatih koordinasi antara mata, ingatan, dan jari anak ketika menulis sehingga anak dapat mengingat bentuk kata atau huruf dalam benaknya dan memindahkannya ke jari tangannya. Dengan demikian, gambaran kata yang hendak ditulis tergores dalam ingatan dan pikiran siswa pada saat menulis.
6. Latihan menyalin, baik dari buku pelajaran maupun dari tulisan guru pada papan tulis.
Latihan ini hendaknya diberikan setelah dipastikan bahwa semua anak telah mengenal huruf dengan baik. Ada beragam model variasi latihan menyalin, diantaranya menyalin tulisan apa adanya sesuai dengan sumber yang ada, menyalin tulisan dengan cara yang berbeda, misalnya huruf cetak ke huruf tegak bersambung, atau sebaliknya dari huruf tegak bersambung ke huruf cetak.
7. Latihan menulis halus/indah.
Latihan dapat dilakukan dengan menggunakan buku bergaris untuk latihan menulis atau buku kotak. Ada beberapa petunjuk yang dapat diikuti jika murid tidak memiliki fasilitas seperti itu. Perhatikan petunjuk berikut.
a. Untuk tulisan huruf cetak, bagilah setiap garis pada halaman buku menjadi dua. Untuk ukuran dan bentuk tulisan, lihat pedoman yang dikeluarkan oleh Depdiknas.
b. Untuk tulisan tegak bersambung, bagilah setiap baris pada halaman buku menjadi tiga bagian. Untuk ukuran dan bentuk tulisan lihat pedoman dari Depdiknas.
8. Latihan dikte/imla.
Latihan ini dimaksudkan untuk melatih siswa dalam mengkoordinasikan antara ucapan, pendengaran, ingatan, dan jari-jarinya ketika menulis sehingga ucapan seseorang itu dapat didengar, diingat, dan dipindahkan ke dalam wujud tulisan dengan benar.
9. Latihan melengkapi tulisan (melengkapi huruf, suku kata, atau kata) yang sengaja dihilangkan. Perhatikan contoh berikut.

a. Melengkapi huruf
b

l
a


o
l
a

b. Melengkapi suku kata adik bermain
a
dik
ber
ma

a

ber

in


ber








10. Menuliskan nama-nama benda yang terdapat dalam gambar










11. Mengarang sederhana dengan bantuan gambar.
Langkah-langkah sebagai berikut.
a. Guru menunjukkan suatu susunan gambar berseri.
b. Guru menceritakan dan bertanya jawab tentang tema, isi, dan maksud gambar.
c. Siswa diberi tugas menulis karangan sederhana sesuai dengan penafsirannya mengenai gambar tadi atau sesuai dengan cerita gurunya dengan menggunakan kata-kata sendiri.

J. Penilaian dalam Pembelajaran MMP
Penilaian dalam pembelajaran MMP berkenaan dengan penilaian terhadap proses dan penilaian terhadap hasil. Penilaian terhadap proses dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dalam kegiatan belajar-mengajar. Dalam proses pembelajaran yang dimaksud, guru akan memperhatikan aktivitas, respon, kegiatan, minat, sikap, dan upaya-upaya siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Penilaian hasil dimaksudkan untuk menentukan pencapaian atau hasil belajar siswa. Alat penilaian yang digunakan bisa berupa tes maupun nontes.

K. Pembelajaran Menulis di Kelas Tinggi
Di SD kelas tinggi setelah siswa menguasai teknik menulis kata, kemudian dilanjutkan dengan latihan merangkaikan kata-kata menjadi kalimat, dan kalimat-kalimat ini dirangkai menjadi paragraf dan yang terakhir paragraf disusun menjadi sebuah wacana. Contoh pembelajaran menulis di kelas tinggi adalah menulis karangan fiksi.

L. Tujuan Pembelajaran Menulis di SD Kelas Tinggi
Hasil belajar atau tujuan pembelajaran menulis di SD kelas tinggi adalah berikut ini.
Kelas 3
a. Menulis karangan dari pikiran sendiri dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat yang tepat.
b. Menulis karangan berdasarkan rangkaian gambar seri menggunakan kalimat yang makin kompleks.
c. Membuat ringkasan dari teks narasi cerita dalam beberapa kalimat menggunakan kata-kata sendiri.
d. Menulis petunjuk membuat mainan dan menjelaskan cara memainkannya.
e. Menulis surat undangan ultah
f. Menuliskan kembali cerita yang dibaca atau didengar dengan bahasanya sendiri.

Kelas 4
a. Memahami isi percakapan dan melengkapi percakapan.
b. Menulis deskripsi tentang benda di sekitar atau seseorang dengan bahasa yang runtut.
c. Mengisi formulir dengan benar
d. Memahami isi cerita dan melengkapi cerita
e. Menulis surat untuk teman sebaya tentang pengalaman atau cita-cita dengan bahasa yang komunikatif.
f. Menyusun paragraf dengan bahan yang tersedia.
g. Menulis cerita berdasarkan pengalaman.
h. Menulis pengumuman dengan bahasa yang komunikatif.
i. Menulis cerita rekaan berdasarkan pengalaman dengan bahasa yang runtut dan menggunakan EYD yang tepat.
j. Membuat pantun sederhana.

Kelas 5
a. Menulis karangan berdasarkan gambar seri yang diacak.
b. Menulis karangan dengan bahan yang tersedia.
c. Menyusun karangan dengan menggunakan kerangka karangan.
d. Menulis alamat surat pada kartu pos dengan benar.
e. Menulis surat pribadi untuk berbagai tujuan dengan kalimat yang efektif.
f. Menyusun laporan melalui tahapan yang benar.
g. Menulis secara ringkas isi buku pengetahuan dari cerita dalam beberapa kalimat dengan kata-kata sendiri.
h. Menulis kejadian penting dalam buku harian dengan ragam bahasa yang sesuai.
i. Menuangkan ide/gagasan dalam bentuk poster sederhana dengan bahasa yang komunikatif.
j. Menulis pengalaman pribadi dalam bentuk prosa sederhana.
k. Menuangkan gagasan dalam bentuk puisi.

Kelas 6
a. Mengisi daftar riwayat hidup dengan benar.
b. Menyusun naskah pidato/sambutan dengan bahasa yang komunikatif dan santun.
c. Menyampaikan informasi dalam bentuk iklan dengan bahasa yang komunikatif.
d. Menulis wesel pos dengan benar.
e. Membuat ringkasan dari teks yang dibaca atau didengar.
f. Menyusun rangkuman dari berbagai teks bacaan yang memiliki kesamaan tema.
g. Menulis surat resmi dengan memperhatikan pilihan kata sesuai dengan yang dituju.
h. Mengubah puisi ke dalam bentuk prosa dengan tetap mempertahankan makna puisi.
i. Menyusun percakapan berdasarkan ilustrasi gambar.

M. Pembelajaran Menulis Terpadu
Menurut Pappas (dalam Nurchasanah,1994) dalam pengajaran bahasa terpadu (termasuk menulis) dilandasi oleh beberapa prinsip berikut:
1. Anak-anak adalah pembelajar yang konstruktif. Mereka terus-menerus akan berpikir tentang dunia mereka sebagai dasar apa yang mereka pelajari dan susun.
2. Bahasa adalah sistem makna yang dikomunikasikan dalam kehidupan sosial. Karena bahasa digunakan untuk bermacam-macam tujuan maka makna tersebut diekspresikan dengan cara yang bermacam-macam. Bahasa tidak dapat difahami, diinterpretasikan, dan dievaluasi tanpa dihubungkan dengan konteks sosial tempat bahasa itu digunakan. Bahasa dipelajari melalui penggunaan aktual. Pola-pola bahasa yang bervariasi dipelajari dalam penggunaannya untuk berbagai tujuan dan berbagai konteks sosial.
3. Anak-anak pada dasarnya sudah mempunyai pengetahuan yang diorganisasikan dan disusun melalui interaksi sosial. Pengetahuan itu secara tiba-tiba akan berubah dalam kehidupan mereka dan dibangun dengan representasi mental yang didasarkan atas pengalaman individual. Pengetahuan selalu dimodifikasi dan bersifat tentatif, serta sementara. Pengetahuan tidak bersifat statis dan absolut dalam mennyikapi objek. Karena anak-anak hidup dalam lingkungan sosial maka mereka akan selalu menyikapi budaya yang ada di ligkungannya dan keadaan sosial yang selalu berubah serta peristiwa-peritiwa sejarah.
Aplikasi ketiga prinsip di atas dalam pengajaran menulis, siswa perlu dihadapkan dengan dunia nyata yang ada di lingkungan sosialnya. Mereka perlu dilatih untuk berinteraksi dengan kehidupan sosial dengan bekal pengetahuan yang sudah mereka miliki. Dengan demikian, mereka diharapkan dapat menemukan masalah yang akan ditulisnya dan lingkungan sosial mereka serta dapat mengembangkan masalah dan menata bahan penulisan dengan kreativitas mereka sendiri.
Tujuan pembelajaran menulis terpadu adalah agar siswa dapat berkomunikasi dalam bahasa tulis sesuai dengan konteks pemakaian bahasa yang wajar. Untuk mencapai tujuan itu, pengajaran menulis bisa memadukan beberapa aspek pembelajaran bahasa baik yang bersifat kebahasaan maupun keterampilan sebagai bahan ajarnya, misalnya---coba Anda sebutkan!---ya, keterampilan menulis dipadukan dengan keterampilan menyimak/mendengarkan, membaca dipadukan dengan pembelajaran kebahasaan, seperti kosakata, struktur, ejaan, dan sebagainya.
Dalam proses pembelajaran terpadu peran guru sangat besar. Guru harus mampu menciptakan situasi belajar yang memungkinkan siswa aktif untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tulis.

N. Pengembangan Keterampilan Menulis
Menurut Graves (1978) seseorang enggan menulis karena tidak tahu untuk apa dia menulis, merasa tidak berbakat menulis, dan merasa tidak tahu bagaimana harus menulis. Ketidaksukaan tak lepas dari pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakatnya, serta pengalaman pembelajaran menulis atau mengarang di sekolah yang kurang memotivasi dan merangsang minat.
Smith (1981) mengatakan bahwa pengalaman belajar menulis yang dialami siswa di sekolah tidak terlepas dari kondisi gurunya. Umumnya guru tidak dipersiapkan untuk terampil menulis dan mengajarkannya. Karean itu, untuk menutupi keadaannya yang sebenarnya muncul berbagai mitos atau pendapat yang keliru tentang menulis:
1 Menulis itu Mudah
2 Kemampuan menggunaan Unsur Mekanik Tulisan merupakan Inti dari Menulis
3 Menulis itu Harus Sekali Jadi
4 Orang yang Tidak Menyukai dan Tidak Pernah Menulis Dapat Mengajarkan Menulis.
Untuk membuat seseorang terampil menulis, seseorang harus dimulai sejak dini. Agar memiliki keterampilan menulis, seseorang dituntut (1) memiliki kemampuan mendengarkan (daya simak), (2) gemar membaca, (3) kemampuan mengungkapkan apa yang disimak dan dibaca, dan (4) menguasai kaidah penulisan. Pembelajaran menulis pada kelas rendah (menulis permulaan) yang perlu ditanamkan pada siswa adalah (1) penguasaan tulisan (huruf), (2) penulisan kata, (3) penulisan kalimat sederhana, (4) kaidah penulisan, sedangkan pada kelas tinggi pembelajaran menulis menuntut anak untuk (1) menguasai teknik menulis, (2) menuangkan ide ke dalam tulisan, (3) mengembangkan ide yang dimilikinya, (4) mampu memilih kata dan gaya dalam menulis.
Selain itu, pengembangan keterampilan menulis adalah dengan membiasakan pemberian “tugas mengarang” kepada murid. Cara ini sangat bermanfaat untuk diterapkan oleh guru sejak sekolah dasar, terus ke tingkat SLTP dan SLTA oleh guru bidang studi bahasa Indonesia. Apabila kebiasaan mengarang dilakukan oleh guru secara kontinu dan terprogram, maka tidak ada lagi siswa-siswi SMU yang kesulitan dalam menulis karya tulis ilmiah. Usaha yang dilakukan untuk peningkatan SDM anak didik sedini mungkin, misalnya membuat papan kreasi, semacam majalah dinding ala siswa SLTA, dimana murid-murid SD dapat menempelkan kreasi-kreasi mereka apakah berupa gambar, puisi, cerpen, dan lain-lain.
Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran menulis untuk kelas tinggi dapat dilakukan dengan teknik (1) diagram pohon, (2) diagram lingkaran, (3) diagram piramida terbalik, dan (4) tabel (Idra dkk, 2002: 14-16; Werdiningsih dan Tambunan, 2000:160-168).
Dalam pembatasan topik, dapat digunakan diagram jam. Dimana topik diletakkan dalam sebuah lingkaran. Dari topik itu diturunkan beberapa topik yang lebih sempit
Teknik diagram pohon, tulisan berbentuk seperti pohon yang bercabang dan beranting dalam posisi terbalik. Setiap cabang dan ranting berisi topik atau subtopik. Teknik diagram lingkaran, cara kerja pembatasan topik dikondisikan melingkar. Setiap cabang dan ranting berisi topik atau subtopik. Perhatikan contoh berikut.
Selain dengan diagram jam dan diagram pohon, pembatasan topik dapat juga digambarkan dengan piramida terbalik.
Untuk pembelajaran menulis dengan menggunakan sistem tabel, langkah pertama guru menentukan tema pembelajaran, kemudian dipilih salah satu subtema dan diuraikan ke dalam kolom-kolom. Setelah itu baru dipindahkan ke dalam bentuk paragraf. Perhatikan contoh berikut.
Tema : Lingkungan
Pembelajaran menulis pada contoh berikut diintegrasikan dengan mata pelajaran pengetahuan alam.
Pepaya
No.
Nama Daun
Bentuk
Warna
Manfaat
Bunga/buah
1.
Daun pepaya
Daun pepaya berbentuk menjari
Ketika masih muda warna daunnya hijau muda (hijau pupus), setelah agak tua menjadi hijau daun (hihau tua, dan akhirnya coklat
Daun pepaya muda jika direbus dapat dijadikan sayur, dan jika agak tua dapat dijadikan bahan pengempuk daging agar cepat lunak saat direbus.
Bunga pepaya berwarna putih, buah mudanya dapat disayur dan jika sudah tua dijadikan buah.

Cara belajar menulis dengan teknik tabel, siswa disuruh menjelaskan atau memaparkan sesuai dengan masing-masing kolom. Setelah semua terisi, kemudian ditransfer atau dipindahkan ke dalam bentuk uraian (paragraf). Teknik ini sangat bagus untuk penulis pemula.
Mengacu pada keberlangsungannya, menulis dapat dipandang sebagai (1) sebuah proses, (2) kegiatan bernalar, (3) Kegiatan transformasi, (4) Kegiatan berkomunikasi, (5) suatu keterampilan. Ciri pertama menulis sebagai sebuah proses; menulis merupakan serangkaian aktivitas yang terjadi dan melibatkan beberapa fase yaitu fase prapenulisan (persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan), dan pascapenulisan (telaah dan revisi atau penyempurnaan tulisan).
1. Tahap Prapenulisan
Tahap ini merupakan fase persiapan menulis. Hampir semua orang mengalami fase ini dalam mengarang. Persoalanya apakah keberadaannya disadari atau tidak. Untuk menulis yang sederhana seperti surat, buku harian, atau memo, keberadaan fase persiapan tidak terasa. Tetapi, ketika menulis sesuatu yang relatif kompleks dan serius—baik yang bersifat ilmiah, populer, fiksi, atau dinas---persiapan sangat terasa dan perlu.
Menurut Proett dan Gill (1986), tahap ini merupakan fase mencari, menemukan, dan mengingat kembali pengetahuan atau pengalaman yang diperoleh dan diperlukan penulis. Tujuannya adalah untuk mengembangkan isi serta mencari kemungkinan lain dalam menulis sehingga apa yang ditulis dapat disajikan dengan baik. Banyak orang yang mengabaikan fase ini, padahal fase ini sangat menentukan aktivitas dan hasil menulis berikutnya. Persiapan yang baik sangat memungkinkan bagi kita untuk mengumpulkan bahan secara terarah, mengaitpadukan antar gagasan secara runtut, serta membahasnya secara kaya, luas, dan dalam.
Bila dikaitkan dengan kegiatan mengarang, pada fase prapenulisan ini terdapat aktivitas memilih topik, menetapkan tujuan dan sasaran, mengumpulkan bahan atau informasi yang diperlukan, serta mengorganisasikan ide atau gagasan dalam bentuk kerangka karangan.
2. Tahap Penulisan
Pada tahap prapenulisan telah ditentukan topik dan tujuan karangan, mengumpulkan informasi yang relevan, serta membuat kerangka karangan. Dengan selesai itu semua, berarti telah siap untuk menulis. Dikembangkan butir demi butir yang terdapat dalam kerangka karangan, dengan memanfaatkan bahan atau informasi yang telah dipilih dan dikumpulkan.


3. Tahap Pascapenulisan
Fase ini merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan buram yang dihasilkan. Kegiatannya terdiri atas penyuntingan dan perbaikan (revisi). Kegiatan ini bisa terjadi beberapa kali.
Meskipun demikian, masing-masing fase dari ketiga tahap penulisan di atas, tidaklah dipandang secara kaku, selalu berurut, dan terpisah-pisah. Ketiganya harus difahami sebagai komponen yang memang ada dan dilalui oleh seorang penulis dalam proses tulis-menulis. Urutan dan batas antarfase sangat luwes, bahkan dapat tumpang tindih. Sewaktu menulis sangat mungkin kita melakukan aktivitas yang terdapat pada setiap fase secara bersamaan. Dalam tahap prapenulisan dan penulisan, misalnya kita dapat melakukan sekaligus kegiatan telaah dan revisi. Atau, ketika sedang berlangsung kegiatan pada tahap penulisan, ternyata kerangka karangan yang dibuat terlalu sempit, terlalu luas, atau kurang sistematis sehingga perlu memperbaiki kerangka karangan tersebut.
Menulis adalah suatu proses berpikir dan menuangkan pemikiran. Untuk dapat memahami proses menulis perhatikan tahapan berikut ini.
Diagram Tahapan Menulis
Tulisan Akhir
Revisi
Menulis
Perencanaan

Seorang penulis merencanakan tulisannya, kemudian menulis, melakukan revisi, kemudian tulisan selesai. Tetapi observasi-observasi yang telah dilakukan terhadap penulis menunjukkan bahwa proses menulis tidaklah bersifat linier dan sesederhana itu. Ternyata hasil observasi menunjukkan bahwa sering kali proses menulis terjadi seperti diagram di bawah ini.
Diagram Proses Menulis


Tulisan Akhir
Revisi
Menulis
Perencanaan

Dalam menulis, seseorang mulai dengan membuat perencanaan. Kemudian, mungkin yang bersangkutan langsung menulis kemudian merevisinya, kemudian menulis lagi, merevisi lagi, dan menulis lagi. Tahapan itu dilakukannya berulang-ulang sampai diperoleh sebuah tulisan akhir.
Kedua, menulis merupakan kegiatan bernalar. Penggunaan penalaran dalam menulis tampak ketika penulis memilih dan mengembangkan topik, serta menyusun kerangka karangan. Begitu juga ketika penulis mengembangkan topik, serta menyusun kerangka karangan. Begitu juga ketika penulis mengembangkan kerangka karangan menjadi draft, memperbaiki tatanan isi, dan menghaluskan penggunaan aspek mekanik.
Ketiga, sebagai kegiatan transformasi; dalam menulis diperlukan dua kompetensi dasar, yaitu kompetensi mengelola cipta, rasa, dan karsa, serta kompetensi memformulasikan tiga hal itu ke dalam bahasa tulis. Dalam kompetensi pertama tercakup penguasaan penulis terhadap substansi, ruang lingkup, serta sistematika permasalahan yang akan ditulis. Kompetensi kedua berkenaan dengan kemampuan menggunakan bahasa tulis, misalnya pengusaan kaidah ortografi, bentukan kata, kalimat, dan seterusnya.
Keempat, menulis merupakan kegiatan berkomunikasi. Seperti halnya berbicara, menulis tidak hanya ditujukan pada diri sendiri. Ketika menulis, penulis perlu mempertimbangkan siapa calon pembacanya. Menulis untuk tujuan apa, dimana, kapan, dan seterusnya. Semua aspek itu perlu dipertimbangkan agar tulisan yang disusun benar-benar komunikatif.
Sebagai sebuah keterampilan, menulis memiliki sifat seperti keterampilan berbahasa yang lain. Untuk itu, menulis perlu dilatihkan secara sering dan ajek. Keseringan dan keajekan dalam latihan menulis memberikan peluang agar tulisan berkualitas lebih baik. Latihan-latihan yang dilakukan diharapkan menunjang pencapaian target menulis yang diharapkan. Latihan dalam menulis sebaiknya berlangsung dalam konteks aktual dan fungsional agar tugas menulis dapat memberikan manfaat secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.

O. Hubungan Menulis dengan Kerampilan Berbahasa yang lain
Keterampilan berbahasa mencakup empat komponen (mode). Keempat komponen itu adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat komponen itu memiliki keterkaitan yang sangat erat.
Hubungan Antaraspek Keterampilan Berbahasa
Keterampilan
Berbahasa
Lisan dan
Langsung
Tertulis dan Tidak Langsung
Aktif reseptif
(menerima pesan)
Menyimak
Membaca
Aktif produktif
(menyampaikan pesan)
Berbicara
Menulis

Hubungan antar keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut.
1. Hubungan Menulis dengan Membaca
Menulis dan membaca adalah kegiatan berbahasa tulis. Pesan yang disampaikan penulis disampaikan penulis dan diterima oleh pembaca dijembatani oleh lambang bahasa yang dituliskan. Menurut Goodman dkk. (1987) dan Tierney (1983 dalam Tompskin dan Hoskisson, 1995), baca tulis merupakan suatu kegiatan yang menjadikan penulis sebagai pembaca dan pembaca sebagai penulis.
2. Hubungan Menulis dengan Menyimak
Sewaktu menulis, seseorang butuh inspirasi, ide, atau informasi untuk tulisannya. Hal ini dapat diperoleh dari berbagai sumber: sumber tercetak seperti buku, majalah, surat kabar, dan juga sumber tak tercetak seperti radio, televisi, ceramah, pidato, wawancara. Jika dari sumber tercetak diperoleh dengan membaca, maka dari sumber tak tercetak perolehan informasi dilakukan dengan menyimak.
Melalui menyimak, penulis tidak hanya memperoleh ide atau informasi untuk tulisannya, tetapi juga menginspirasi tata saji dan struktur penyampaian lisan yang menarik hatinya, yang akan bergunan untuk aktivitas menulis.
3. Hubungan Menulis dengan Berbicara
Menulis dan membaca merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat aktif-produktif. Artinya, penulis dan pembicara berperan sebagai penyampai atau pengirim pesan kepada pihak lain. Keduanya harus mengambil sejumlah keputusan berkaitan dengan topik, tujuan, jenis informasi yang akan disampaikan, serta cara penyampaiannya sesuai dengan kondisi sasaran (pembaca atau pendengar)dan corak teksnya (eksposisi, deskripsi, narasi, atau argumentasi). Kalaupun ada perbedaan, hal ini disebabkan karena perbedaan kacaraan dan medianya.
Perbedaan Berbicara dan Menulis
Aspek Pembeda
Berbicara
Menulis
Kecaraan
1. Komunikasi terjadi secara langsung, pembicara dan penyimak berhadapan.
2. Pembicara tampil langsung dengan segala kelebihan dan kekurangannya.



3. Tanggapan penyimak (faham/tidak faham, suka/tidak suka) dapat ditangkap secara langsung saat itu juga.
4. Berdasarkan tanggapan itu, pembicara secara langsung dapat segera mengubah atau memperbaiki pembicaraannya.
1. Komunikasi terjadi tidak langsung, penulis dan pembaca tersekat ruang dan waktu.
2. Penulis tampil setelah tulisannya dianggap siap. Dia memiliki banyak waktu yang cukup leluasa untuk menyiapkan tulisan sebaik-baiknya.
3. Tanggapan pembaca terhadap tulisannya tidak dapat diperoleh seketika.


4. Penulis tidak dapat memperbaiki kekurangan atau kesalahan tulisan yang telah dipublikasikan dengan cepat.
Media
1. Pembicara mengungkapkan perasaannya secara lisan.
2. Dalam berbicara, unsur nonverbal seperti suara, mimik, pandangan, dan gerak dapat secara langsung digunakan untuk memperjelas, mempertegas, dan menarik perhatian penyimak.
1. Penulis menyampaikan pesannya secara tertulis.
2. Dalam menulis, penulis hanya dapat menggunakan gambar atau ilustrasi, gaya dan racikan bahasa, serta kaidah penulisan untuk memperjelas, mempertegas, dan menarik perhatian pembaca.

III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ada empat kemampuan berbahasa, yaitu (a) kemampuan mendengarkan/menyimak, (b) kemampuan membaca, (c) kemampuan berbicara, dan (d) kemampuan menulis.
2. Menulis adalah suatu kegiatan yang kompleks dalam menyampaikan secara tidak langsung ide-ide atau gagasan-gagasan agar dapat difahami atau dimengerti pembaca.
3. Keterampilan menulis di sekolah dasar dibedakan atas keterampilan menulis permulaan dan keterampilan menulis lanjut. Keterampilan menulis permulaan ditekankan pada kagiatan menulis dengan menjiplak, menebalkan, mencontoh, melengkapi, menyalin, dikte, melengkapi cerita, dan menyalin puisi. Sedangkan pada keterampilan menulis lanjut diarahkan pada menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk percakapan, petunjuk, dan cerita.
4. Beberapa manfaat dari kegiatan menulis: (1) Peningkatan kecerdasan; (2) Pengembangan daya inisiatif dan kreativitas; (3) Penumbuhan keberanian; dan (4) Pendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi.
5. Beberapa teknik dalam pembelajaran menulis: (1) Menyusun kalimat (menjawab pertanyaan, melengkapi kalimat, memperbaiki susunan kalimat, memperluas kalimat, subtitusi,dan transformasi); (2) Memperkenalkan Karangan; (3) Meniru Model; (4) Karangan Bersama; (5) Mengisi; (6) Menyusun Kembali; (7) Menyelesaikan Cerita; (8) Menjawab Pertanyaan; (9) Meringkas Bacaan; (10) Parafrase; (11) Reka Cerita Gambar; (12) Memerikan; (13) Mengembangkan Kata Kunci; (14) Mengembangkan Kalimat Topik; (15) Mengembangkan Judul; (16) Mengembangkan Peribahasa; (17) Menulis Surat; (18) Menyusun Dialog; dan (19) Menyusun Wacana.
6. MMP merupakan program pembelajaran yang diorientasikan kepada kemampuan membaca dan menulis permulaan di kelas awal pada saat anak mulai memasuki bangku sekolah.
7. Metode Pembelajaran MMP, adalah: (1) Metode Eja; (2) Metode Bunyi; (3) Metode Suku Kata; (4) Metode Kata; (5) Metode Global; dan (6) Metode SAS.
8. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar MMP terbagi ke dalam dua tahapan, yaitu: pembelajaran tanpa buku dan pembelajaran dengan menggunakan buku.
9. Langkah-langkah Pembelajaran MMP: (1) Pembelajaran MMP Tanpa Buku; (2) Pembelajaran MMP dengan Menggunakan Buku; dan (3) Pembelajaran Menulis Permulaan
10. Penilaian dalam pembelajaran MMP berkenaan dengan penilaian terhadap proses dan penilaian terhadap hasil.
11. Penulisan permulaan menjadi dua tahap, yaitu (a) tahap prapenulisan dan (b) tahap penulisan. Tahap prapenulisan bertujuan melatih siswa untuk membiasakan diri bersikap yang baik dan tepat pada waktu menulis, cara membuka buku yang tepat, dan belajar membuat berbagai macam garis yang memungkinkan siswa untuk bisa menulis dengan tepat. Tahap penulisan merupakan kelanjutan dari tahap prapenulisan yang bertujuan melatih siswa untuk dapat menulis dengan sesungguhnya.
12. Tujuan pembelajaran menulis permulaan yang ingin dicapai (kelas 1 SD) adalah (a) bersikap dengan benar menulis garis putus-putus, garis lurus, garis lengkung, lingkaran, garis pembentuk huruf; (b) menjiplak dan menebalkan (gambar, lingkaran, dan bentuk lurus); (c) menyalin (huruf, kata, kalimat, angka arab, kalimat atau beberapa kalimat); (d) menulis huruf, kata, dan kalimat sederhana dengan huruf lepas; (e) menulis beberapa kalimat sederhana (terdiri atas 3-5 kata) dengan huruf sambung dan menuliskannya dengan benar; dan (g) menulis rapi kalimat dengan huruf sambung. Pada tingkat yang lebih lanjut, pengajaran menulis dialihkan pada kemampuan mengkomunikasikan pendapat dalam bentuk mengarang. Untuk dapat menulis dengan baik, beberapa jenis keterampilan diperlukan, antara lain kemampuan mengorganisasikan pendapat, mengingat, membuat konsep, dan mekanik (tata tulis).
13. Tujuan pembelajaran menulis di SD kelas tinggi adalah berikut:
Kelas 3
a. Menulis karangan dari pikiran sendiri dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat yang tepat.
b. Menulis karangan berdasarkan rangkaian gambar seri menggunakan kalimat yang makin kompleks.
c. Membuat ringkasan dari teks narasi cerita dalam beberapa kalimat menggunakan kata-kata sendiri.
14. Bahasa terpadu (termasuk menulis) dilandasi oleh beberapa prinsip berikut:
a. Anak-anak adalah pembelajar yang konstruktif.
b. Bahasa adalah sistem makna yang dikomunikasikan dalam kehidupan sosial.
c. Anak-anak pada dasarnya sudah mempunyai pengetahuan yang diorganisasikan dan disusun melalui interaksi sosial.
15. Tujuan pembelajaran menulis terpadu adalah agar siswa dapat berkomunikasi dalam bahasa tulis sesuai dengan konteks pemakaian bahasa yang wajar. Guru harus mampu menciptakan situasi belajar yang memungkinkan siswa aktif untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tulis.
16. Agar memiliki keterampilan menulis, seseorang dituntut (1) memiliki kemampuan mendengarkan (daya simak), (2) gemar membaca, (3) kemampuan mengungkapkan apa yang disimak dan dibaca, dan (4) menguasai kaidah penulisan. Pembelajaran menulis pada kelas rendah (menulis permulaan) yang perlu ditanamkan pada siswa adalah (1) penguasaan tulisan (huruf), (2) penulisan kata, (3) penulisan kalimat sederhana, (4) kaidah penulisan, sedangkan pada kelas tinggi pembelajaran menulis menuntut anak untuk (1) menguasai teknik menulis, (2) menuangkan ide ke dalam tulisan, (3) mengembangkan ide yang dimilikinya, (4) mampu memilih kata dan gaya dalam menulis.
17. pelaksanaan pembelajaran menulis untuk kelas tinggi dapat dilakukan dengan teknik (1) diagram jam, (2) diagram pohon, (3) diagram piramida terbalik, dan (4) diagram lingkaran. Cara belajar menulis dengan teknik tabel bagus untuk penulis pemula.
18. Mengacu pada keberlangsungannya, menulis dapat dipandang sebagai (1) sebuah proses, (2) kegiatan bernalar, (3) Kegiatan transformasi, (4) Kegiatan berkomunikasi, (5) suatu keterampilan.
19. Tahapan dalam menulis: (1) prapenulisan (persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan), dan pascapenulisan (telaah dan revisi atau penyempurnaan tulisan).
20. Hubungan Menulis dengan Kerampilan Berbahasa yang lain: (1) hubungan menulis dengan membaca; (2) hubungan menulis dengan menyimak; (3) hubungan menulis dengan berbicara.






















Daftar Pustaka

Ahkadiah, S. dkk. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Penerbit : Erlangga. Jakarta 2003.
Mulyati, Y. dkk. Keterampilan Berbahasa Indonesia SD. Penerbit : Universitas Terbuka. Jakarta. 2007.
Nurviati, I. M. Keterampilan Menulis Untuk Siswa SD. Penerbit : Lazuardi. Jakarta. 2007.
Solhan T.W., dkk. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Penerbit : Universitas Terbuka. Jakarta. 2007.
Yusuf, M. Pendidikan Bagi Anak Dengan Problema Belajar. Penerbit : Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 2005.
Yunus, M., Suparno. Keterampilan Dasar Menulis. Penerbit : Universitas Terbuka. Jakarta. 2007.
http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/08/latar-belakang-merupakan-paparan-mengapa-penelitian-yang-dipilih-menjadi-penting-dan-mendesak-untuk-diteliti/
http://penulisbatusangkar.blogspot.com/

Tidak ada komentar: